Siri’;Dilemma budaya masyarakat Bugis-Makassar dalam upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS

Siri’, secara gramatikal dapat diartikan sebagai bentuk norma kesopanan dalam tataran masyarakat Sulawesi Selatan. Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa hal yang dianggap tidak boleh dilakukan atau bahkan dibicarakan karena dianggap sebagai suatu hal sifatnya privasi dan akan hanya mendatangkan aib bagi orang tersebut. Masyarakat Sulawesi Selatan asli (Karena begitu banyak pendatang) masih memegang teguh budaya tersebut. Siri’ dianggap sebagai salah satu bentuk budaya yang memang diperlukan untuk memerangi masuknya budaya luar yang tidak hanya menyesatkan tapi akan menghapuskan budaya lokal yang menjadi ciri khas suatu daerah. Budaya pulalah yang dapat menjadi benteng pertahanan diri tiap manusia dimanapun berada untuk menghalangi pengaruh luar yang membahayakan.

Seiring dengan perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan teknologi informasi serta mewabahnya konsumerisme khususnya di Sulawesi Selatan, maka arus masuknya budaya luar tak tertahankan. Pergeseran pola pikir pun terjadi dalam lingkup masyarakat Sulawesi Selatan. Di ibukota Sul-Sel, misalya dimana pusat perbelanjaan dan pusat hiburan berkembang pesat tak pelak menjadikan Sul-Sel sebagai sasaran empuk masuknya pengaruh dari luar. Ternyata perkembangan dibidang ekonomi tersebut dibarengi dengan pengrusakan nilai-nilai budaya yang sebelumnya dijunjung tinggi masyarakat Sul-Sel. Degradasi nilai budaya itu pun telah menjadi salah satu faktor non-teknis dalam penyebaran wabah global yang hingga hari ini belum ditemukan upaya pengobatannya yaitu HIV/AIDS. Sul-Sel mejadi slaah satu daerah wabah HIV/AIDS di kawasan timur Indonesia.

Lalu, bagaimana dengan Siri’, yang katanya dapat menjadi benteng pertahanan masyarakat Sul-Sel ?. Siri’ pada tatanan pragmatisnya memang menjadi benteng pertahanan diri masyarakat Sul-Sel namun Siri’ pulalah yang menjadi “penghambat” dalam upaya pemerintah, LSM, dan organisasi lain yang berupaya untuk melakukan pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Pembicaraan menyangkut penggunaan kondom, hubungan seks yang aman, serta pencegahan narkoba dengan penyuluhan-penyuluhan dianggap melanggar batas batas wilayah Siri’ tadi. Jika dalam suatu masyarakat diadakan bentuk penyuluhan bagaimana melakukan hubungan seks secara aman, maka masyarakat urung untuk mengikutinya dengan dalih masih punya Siri’ atau tidak ingin wilayah privasinya dilanggar. Akan tetapi menjadi hal yang bertolak belakang dengan melihat angka kejadian perilaku seks yang menyimpang di kawasan Sul-Sel. Siri’ seakan dilupakan ketika mereka berperilaku seks bebas, namun Siri’ pulalah yang dijadikan alasan untuk tidak mencoba mengetahui upaya pencegahan penyebaran HIV//AIDS yang lebih besar.

Siri’ dapat menjadi senjata kita untuk mencegah tersebarnya HIV/AIDS dengan menempatkannya pada tataran nilai yang benar yaitu sebagai pertahanan diri untuk menagtakan tidak pada perilaku seks menyimpang dan penyalahgunaan Narkoba. Siri’ harus disingkirkan ketikak kita memberikan pengetahuan tentang upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS dengan cara apapun. Jadi kesimpulannya, bagaimana menempatkan segala sesuatu tersebut pada tempat yang sebenarnya sehingga tidak menjadi penghambat namun menjadi faktor pendukung untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS. Pentengi Siri’nu

nb : maap kalo pengunaan kata atau istilah dalam tulisan ini masih banyak kekurangan..mohon kritik dan sarannya..this is originally from me...salam

Comments

Popular Posts